MAJENE – Pejabat di Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) membantah informasi yang menuding keterlibatan dalam dugaan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepala Biro Administrasi Umum, Keuangan dan Kepegawaian, Dahri Nurdin, mengatakan dugaan tersebut dinilai sebagai bentuk fitnah dari pihak tertentu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Gimana caranya ada TPPU. Dana yang mau di TPPU dari mana? di organisasi apapun itu, segala pengeluaran dan penggunaan dananya (sebesar) 1 rupiah pun harus dipertanggung jawabkan,” tulis Dahri melalui pesan WhastApp, Kamis (21/09/2023).
Menurutnya, proses pertanggungjawaban keuangan Universitas Sulawesi Barat selama ini dilakukan dengan tata kelola keuangan yang baik dan transparan. Bahkan sudah sesuai dengan aturan Perundang-undangan.
Setiap tahunnya, kata Dahri, laporan keungan Unsulbar juga di audit oleh Tim Irjen Kemdikbud. “Dana itu harus dibuktikan dengan bukti penggunaannya. Institusi Unsulbar itu tiap tahun di Audit oleh Tim Irjen Kemdikbud, jadi terlalu berlebihan beritanya, terkesan ada dendam dan iri hati perihal rejekinya seseorang,” lanjut Dahri.
Dia menyebut, hal yang wajar jika terdapat person Pejabat di Unsulbar yang memiliki rumah walet, rumah kost, hingga mobil, sebab tidak menutup kemungkinan mereka memiliki usaha lain.
Bukan hanya itu, kemungkinan uang tersebut mereka dapatkan dari hasil kredit pegawai di Bank tertentu. Apalagi, Pejabat di Unsulbar, selain mendapatkan gaji pokok sebagai ASN, juga mendapatkan tunjangan kinerja (TUKIN) yang nilainya lebih besar dari gaji pokok.
“Mengenai aset-aset yang dituduhkan di pindah tangankan ke aparat penegak hukum ataupun ke orang lain itu adalah fitnah dan tidak berdasar, serta terkesan sangat iri hati. Makanya kami minta untuk di klarifikasi kembali dan meminta maaf atas pemberitaan yang tidak berdasarkan data dan fakta yang sangat merugikan oknum di Unsulbar,” bebernya.
Apalagi, kata Dahri, sorotan publik saat ini mengarah pada pemberitaan tentang pengadaan alat labolatorium Terpadu Unsulbar yang kini masih berproses penanganan hukumnya di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat.
“Kami meminta kepada pihak pemberi data dan pembuat berita untuk meminta maaf dan mengklarifikasi kembali berita yang telah dibuat. Apabila tidak dilakukan maka akan ada pihak yang merasa dirugikan melaporkan ke pihak yang berwajib atas perbuatan tidak menyenangkan,” pungkasnya.