MAJENE – Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Majene akan digelar pada, Rabu 27 November 2024.
Kondisi ini membuat peta politik lokal mulai panas. Sejumlah figur newcomer (pendatang baru) mulai muncul dan digadang akan mencalonkan diri menantang incumbent (petahana).
Hanya saja, ada hal menarik dari kondisi politik lokal yang kerap tiba-tiba berubah menjelang pendaftaran pasangan calon ke KPU.
Bahkan hal tak terduga dan tidak disangka kerap terjadi, kawan sejalan dapat berubah menjadi lawan, begitu pun sebaliknya.
Menarik untuk diulas kembali, sejarah Pilkada pada tahun 2006. Kala itu, Muhammad Darwis dan Kalma Katta terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Majene periode 2001-2006 melalui pemilihan di DPRD Majene.
Hanya saja, dalam perjalanan keduanya menahkodai Majene, tiba-tiba terjadi pecah kongsi ditengah jalan.
Berubahnya kondisi politik saat itu, ikut dipengaruhi oleh ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Munculnya regulasi baru itu, membuat Negeri ini memulai babak baru dalam hal pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Jika sebelumnya kepala daerah, yakni gubernur, wali kota hingga bupati dipilih dalam gedung kantor DPRD, kini dipilih rakyat lewat tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar seluruh wilayah lingkungan dan dusun.
Memasuki tahun 2006, konstelasi politik di Majene saat itu mulai memanas. Dua petahana yang menjadi pemimpin daerah itu memutuskan bertarung dalam Pilkada.
Pilkada yang digelar, Rabu 15 Mei 2006, Kalma Katta menantang atasannya memperebutkan ‘kursi’ Bupati Majene dengan menggandeng PAN dan PDI Perjuangan.
Kalma Katta yang berapasangan dengan A. Itol Syaiful Tonra terpilih menjadi Bupati-Wakil Bupati Majene periode 2006-2011 usai menumbangkan Muhammad Darwis yang berpasangan dengan Surianto Mappangara.
Saat itu, banyak pihak yang tidak menyangka jika Kalma Katta mampu menumbangkan Bupati Majene Muhammad Darwis.
Apalagi, Muhammad Darwis saat itu menjabat Ketua DPD II Golkar Majene, terlebih pada Pemilu 1999, Partai Golkar sebagai pemenang Pemilu yang memiliki mayoritas kursi di DPRD Majene.
Lebih mengejutkan, pada Pilkada 2011, Kalma kembali maju sebagai Bupati Majene dengan menggandeng Fahmi Massiara dan mengendarai Partai Golkar.
Akhirnya, KPU Majene menetapkan pasangan calon bupati dan wakil bupati incumbent yakni Kalma Katta-Fahmi Massiara (KAMI) sebagai pemenang Pilkada dan kembali memimpin Majene periode 2011-2016.
Menariknya, pasangan KAMI memenangi Pilkada dengan perolehan 33.533 suara atau 39,0 persen dari 85.979 suara sah.
Pasangan KAMI mengungguli pesaingnya, yakni Arifin Nurdin-Risal Muchtar (AFDAL) yang berada di posisi kedua dengan perolehan suara 21.612 suara atau 25,1 persen. Andi Sukri Tammalele-Saharia (AST-SAH) berada di posisi ketiga dengan perolehan 16.729 suara atau 19,5 persen, serta Rizal Sirajuddin-Rusbi Hamid di posisi keempat dengan meraih 14.105 suara atau 16,4 persen.
Dalam perjalanan politik Kalma Katta, Muhammad Darwis adalah tandem politiknya di Pilkada 2001 dan berubah menjadi rival politik di Pilkada 2006.
Sebaliknya, Andi Sukri Tammalele yang merupakan rival politiknya di Pilkada Majene 2011, justeru jadi pasangan anaknya sebagai wakil bupati di Pilkada Majene tahun 2020.
Perubahan peta politik lokal jelang Pilkada Majene menarik untuk ditunggu, apalagi masih tersisa lima bulan kedepan menuju pendaftaran pasangan calon yang akan dibuka pada, Selasa 27 hingga Kamis, 29 Agustus 2024.
Konstelasi politik di Majene dapat berubah sepersekian detik, mungkinkah Wakil Bupati Majene Arismunandar yang kini berpasangan Andi Syukri Tammalele sebagai Bupati, bakal pecah kongsi?
Banyak pihak yang berpendapat jika keputusan final kedua incumbent ini (AST-Aris) akan kembali berpasangan atau tidak di Pilkada Majene 2024 tergantung pada keputusan Sang Maestro Politik Kalma Katta.