Oleh : Siti Herliah, S.Sos*)
Meningkatnya kasus bullying (perundungan) merupakan fenomena yang sangat mengerikan. Pasalnya, yang menjadi pelaku mayoritas dari kalangan remaja bahkan anak-anak,” ucap narasumber pada program Serba-serbi: Kasus Bullying Semakin Meningkat, Sistem Sekuler Biang Masalah, Senin (8/5/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyebutkan kasus perundungan semakin meningkat sekitar 30 hingga 60 kasus/tahun dan hal tersebut banyak terjadi di lingkungan sosial, termasuk di sekolah. “Indonesia menempati peringkat ke-5 untuk kasus perundungan anak dan remaja,” ungkapnya.
Narasumber tersebut mengingatkan, bahwa kasus viral seorang siswa yang meninggal akibat dirundung oleh temannya yang diminta menyetubuhi kucing. Bahkan untuk kasus yang terjadi di Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat pun sangat erat kaitannya dengan bullying secara verbal maupun secara non verbal.
Namun para remaja saat ini terutama kami selaku guru BK yang ada di sekolah mengidentifikasi bahwa kasus bullying dimulai dari mengejek dengan panggilan nama orang tua, kekurangan dari diri individu sampai kepada hal yang sangat sensitif seperti membawa pekerjaan orang tua.
Perilaku bullying bisa terjadi kapanpun dan dimanapun baik di rumah maupun di sekolah dan umumnya perilaku seperti ini ada pada seseorang yang merasa kuat, kaya, dan memiliki segalanya.
Di rumah cenderung membiarkan bullying karena dianggap sebagai candaan. Kadang-kadang bullying dilakukan oleh kakak kepada adik atau bisa juga dilakukan orang tua kepada anak-anak dalam keluarga. Adapun contoh bullying dalam rumah seperti orang tua yang menganggap sepele saat kakak mengejek adiknya karena dianggap menyenangkan untuk diganggu. Sementara di sekolah siswa kadang berpikir bullying itu hanya sekedar lucu-lucuan, dan menganggap tidak keren jika tidak melakukannya. Hal tersebut terlihat saat siswa berkelahi dengan teman di sekolahnya.
Adapun keluarga memiliki peran penting dalam menciptakan suasana persahabatan, kecintaan, rasa aman, dan hubungan interpersonal yang bersifat kontinu. Hal itu yang menjadi fondasi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak akan bersahabat dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya jika anak tersebut mendapat pendidikan dalam keluarga tentang persahabatan. Sehingga dengan adanya komunikasi, masalah yang terjadi dalam keluarga akan menemukan solusi terbaik.
Ketika seorang anak dalam keluarga tidak mendapat kasih sayang, maka boleh jadi seorang anak pun tidak akan mengasihi orang lain. Akibatnya berpotensi menjerumuskan dirinya pada hal yang tidak diinginkan seperti bullying. Kasus bullying yang ada saat ini tentu tidak terjadi begitu saja, namun ada hal lain yang menjadi pemicu yakni adanya penerapan sistem sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan.
Hal ini tentu membawa dampak buruk bagi masyarakat. Salah satu dampaknya adalah membuat sebagian masyarakat tidak memahami tujuan penciptaan, sehingga bebas bertingkah laku sebebas yang mereka inginkan. Jika sudah tidak ada lagi peran agama yang menjadi pondasi akidah anak tentu disinilah kerusakan umat akan muncul. Islam mengajarkan kita untuk berkasih sayang kepada sesama manusia. Tidak untuk saling mengolok-olok. Islam juga mengajarkan kita untuk sama-sama saling melindungi bukan untuk saling bertengkar dan mencari celah kekurangan orang lain.
Sejarah telah membuktikan ketika Islam berjaya kurang lebih 14 abad dan menguasai 2/3 dunia Islam justru mampu mengatur sistem kehidupan ini dengan baik walau adanya beragam perbedaan seperti berbeda agama, suku, ras, budaya, dan lain-lain. Tidak ada kasus bullying yang terjadi sebagaimana yang terjadi saat ini. Hal ini membuktikan bahwa jika Islam mampu ditegakkan dan menjadi sebuah aturan yang mengatur umat, saat itu pula kedamaian akan dirasakan oleh seluruh umat sebab Islam datang sebagai pembawa rahmatan lil alamin bagi semesta alam.
Wallahu A’lam Bishawab.
*) Guru Bimbingan Konseling, Tinggal di Wonomulyo Polman