MAJENE – Perseroan Terbatas (PT) Karya Menembus Batas diduga gagal menyelesaikan pekerjaan peningkatan kualitas pemukiman kumuh kawasan pesisir Labuang, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, sesuai batas waktu yang ditentukan.
Proyek dengan nomor kontrak : 714/HK0203-Cb27.5.1/SPK/2023, dibiayai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral Cipta Karya, Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Sulawesi Barat, Satker Pelaksanaan Prasarana Pemukiman Provinsi Sulawesi Barat.
Nilai kontrak pekerjaan tersebut mencapai Rp12.426.380.800, dan bersumber dari anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2023.
Tanggal kontrak dilakukan pada 8 Maret 2023 dan mulai dikerjakan pada 15 Maret 2023. Adapun waktu pelaksanaan hingga 240 hari kalender, dengan kontraktor pelaksana PT. Karya Menembus Batas dan Konsultan Pengawas CV. Nuritama Mandiri.
Salah seorang warga Lingkungan Binanga berinisial A (50) menyebut, jika dihitung waktu pelaksanaan pekerjaan sudah 250 hari kalender, maka sudah lewat 10 hari dari waktu yang ditentukan.
Kondisi tersebut tidak sejalan dengan progres pekerjaan di lapangan yang jauh dari harapan, sebab saat ini baru mencapai sekira 40 persen.
“Tidak ada item pekerjaan yang selesai sempurna, saya khawatir pekerjaan ini berpotensi mangkrak,” ucapnya saat di temui di lokasi sekitar pelaksanaan proyek, Senin (20/11/2023).
Menurutnya, sejumlah item dikerjakan secara serampangan dan terkesan asal-asalan, sehingga ditengarai akan berpengaruh pada kualitas pekerjaan yang buruk.
Selain itu, cara kerja pelaksana proyek juga dituding tidak profesional, alasannya, material pekerjaan memenuhi badan jalan, sehingga mengganggu pengendara yang melintas di sekitar lokasi.
Warga Binanga ini menyesalkan kurangnya pengawasan dari pihak Konsultan Pengawas CV. Nuritama Mandiri, sehingga ada kesan pembiaran proyek dikerjakan asal-asalan dan tidak selesai tepat waktu.
Pria bertubuh gempal ini meminta kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jendral Cipta Karya, Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Sulawesi Barat, Satker Pelaksanaan Prasarana Pemukiman Provinsi Sulawesi Barat, untuk memutus kontrak pelaksana pekerjaan dan mengganti dengan perusahaan lain.
Sejak Awal Proses Tender Proyek ini Tuai Sorotan
Proyek peningkatan kualitas pemukiman kumuh kawasan pesisir Labuang, Kabupaten Majene, sejak awal proses tender menuai sorotan sejumlah kalangan.
Dilansir dari TRANS89.COM, proyek pekerjaan peningkatan kualitas pemukiman kumuh kawasan pesisir Labuang di Kabupaten Majene menelan biaya sekitar Rp15.534.210.000 miliar menggunakan dana anggaran pendapatan belanja nasional (APBN) tahun 2023, melekat pada Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Prasarana Permukiman Provinsi Sulawesi Barat.
Proyek pemukiman kumuh tersebut disoal oleh aktivis penggiat anti rasuah karena penawaran relatif rendah yang dimenangkan PT Karya Menembus Batas di Jalan Suprapto Nomor 43, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Ketua Laskar Anti Korupsi (LAK) Sulawesi Barat (Sulbar), Muslim Fatillah Aziz mengatakan, PT Karya Menembus Batas melakukan penawaran terendah yang cukup mencolok dengan ‘membuang’ 20 persen dari pagu anggaran.
“Diketahui pagu anggaran proyek sebesar Rp 15.534.210.000 miliar dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp15.532.976.000 miliar, sementara PT Karya Menembus Batas lakukan penawaran senilai Rp12.426.380.800 miliar dan menjadi pemenang proyek tersebut,” kata Muslim di Mamuju, Senin, 20 Maret 2023.
Ia menilai penawaran dengan ‘membuang’ sebesar 20 persen dari pagu anggaran patut dipertanyakan.
“Hal itu dikhawatirkan berdampak serius terhadap mutu dan penyelesaian proyek sektor strategis kawasan pesisir Labuang di Majene tersebut,” terang Muslim.
Soalnya, kata Muslim, dipastikan pemenang lelang akan mengeluarkan lagi pembayaran pajak sebesar 12,5 persen yakni Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Dengan demikian, penggunaan anggaran proyek praktis hanya tinggal 60-an persen lagi dari pagu anggaran untuk pelaksanaan proyek fisik peningkatan kualitas pemukiman kumuh kawasan pesisir,” katanya.
Dirinya meragukan sekaligus mempertanyakan apakah proyek tersebut akan bisa diselesaikan dengan anggaran tersisa sebesar itu.
“Ini sangat riskan dan berisiko tinggi. Padahal pekerjaan peningkatan kualitas pemukiman kumuh kawasan pesisir Labuang itu bernilai strategis dan harus dibangun dengan mutu terbaik,” tegas Muslim.
Muslim mempertanyakan apa dasar panitia lelang dan kelompok kerja (pokja) lelang dalam menentukan perusahaan pemenang tender. Dan menyerukan agar proyek tersebut diawasi secara ketat dan berkelanjutan.
“Termasuk mengawal apakah nanti akan dilakukan contract change order (CCO) di tengah jalan karena desifit anggaran proyek akibat penawaran yang relatif rendah dan berisiko tersebut,” kata Muslim.
Ia mengingatkan agar pola CCO tidak dijadikan taktik untuk sekadar memenangkan perusahaan yang menawar rendah sekali.
“Saya minta agar NGO, media, aparat penegak hukum (APH) Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK mengawasi secara ketat proyek ini, karena saya menilai sangat berisiko sekali,” kata Muslim.
Menurutnya, jangan nanti di tengah jalan ada CCO, apalagi jika sampai didesain demikian hanya untuk memenangkan penawaran yang relatif rendah sekali.
“Ini proyek yang strategis dan harus dibangun dengan mutu terbaik,” tutur Muslim.
Pihak Sekertaris Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi Wilayah Sulawesi Barat, Ika dikonfirmasi mengatakan, prosesnya sesuai aturan, kalaupun dia (perusahaan) ‘buang’ 20 persen itu ada dibilang kewajaran harga.
Ika mengungkapkan, di mana ada pertemuan antara pihak penyedia sama Satker-nya yang punya proyek, yang punya paket, mereka juga baku (saling) nego di situ.
“Di buang 20 persen apa alasannya, kenapa bisa, tentu penyedia juga punya alasan. Ya mungkin temannya yang ada di Majene dapat bahan (material) di bawah standar. Itu antara penyedia dan Satker,” ungkapnya.
Menurutnya, hasil pemenang diumumkan Pokja tentu disodor kembali ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
“Analoginya, ada kue ta’ (proyek), (minta) jualkanka’, carikan ka pembeli. Kudapatkanki’ pembeli sampai di sana (negosiasasi), yang punya kue enggak (tidak) mau ka’, yang beli (proyek) carikanka’ pembeli lain, bisa begitu,” tutur Ika.
“Jadi kemarin sudah sampai ke PPK-nya, tergantung PPK-nya mau terima atau tidak hasil dari sini. Kan akhirnya di terima ji, artinya selesaimi urusan ta’,” tambah Ika.
Sementara dikonfirmasi PPK Satker Pelaksana Prasarana Permukiman Sulawesi Barat, Fauzan menjelaskan, terkait proses tender itu di Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi.
“Jadi proses tender di Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi. Dan pekerjaan fisiknya, baru saya (PPK),” singkatnya.
Pihak manejemen PT Karya Menembus Batas juga belum dapat dikonfirmasi terkait proyek pekerjaan peningkatan kualitas pemukiman kumuh kawasan pesisir Labuang di Kabupaten Majene hingga berita ini tayang.
Konfirmasi atas berita ini akan diangkat dengan judul berbeda pada media yang sama.(Ardi/)