
Oleh : Munawwarah Rahman
Saat ini polemik pembelajaran tatap muka menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan karena dinilai ambigu dan membingungkan masyarakat padahal Bisa dipastikan harian covid-19 varian Omicron di Indonesia terus mengalamai peningkatan cukup drastis, sementara pencapaian vaksinasi anak-anak usia 6-11 tahun di beberapa daerah dinilai belum merata.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berupaya mengusulkan kepada koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut agar menghentikan PTM 100 persen di Jakarta namun usulan tersebut ditolak. Luhut mengungkapkan, pemerintah baru akan mengubah penerapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) jika kondisi pandemi semakin memburuk.
“Kalau ada hal-hal yang luar biasa akan diambil keputusan tersendiri,” kata Luhut. Sumber Compas.com.
Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, meminta pemerintah daerah dapat memaksimalkan penerapan PTM terbatas, sebab sektor pendidikan harus diperlakukan setara dengan sektor ekonomi, pariwisata dan lainnya.
Sementara ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubair Djurban menyatakan pelaksanaan PTM 100 persen saat ini tak lagi aman.
Lain halnya dengan Ketua Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto: “Waspada akan meningkatnya Omicron, pertimbangannya 50 persen dulu, bukan dihentikan PTM-nya.”
Fakta lain yang tak kalah penting adalah kekacauan PTM 100 persen dimana SKB terbit justru saat muncul varian baru Omicron ditambah lagi perilaku buruk masyarakat yang menganggap pandemi telah usai sehingga prokes mulai kendor, Cluster kantor dan keluarga masuk sekolah. Di Lapangan, banyak siswa tidak mematuhi protokol kesehatan yang mengakibatkan Satgas sekolah tak berjalan baik. Ditambah lagi peran negara dalam menangani wabah sangat minim dampaknya sekolah tak cukup sarana dan tenaga mendukung yang nampak tak siap.
Paradigma keliru penanganan pandemi yakni, herd immunity berbasis program vaksinasi sehingga berani menetapkan PTM ditengah merebaknya virus Omicron. Faktanya, mayoritas terinveksi adalah yang sudah divaksin lengkap. Data KemenKes per 26 Desember 2021 menunjukan dari 46 yang terinfeksi Omicron adalah yang sudah divaksin lengkap. (Sumber Muslimah News.com)
Data KemenKes per 8 Januari 2022 menunjukan dari 414 total kasus Omicron yang terkonfirmasi kebanyakan adalah yang sudah divaksinasi lengkap. Hal ini menegaskan bahwa vaksin bukan pencegah infeksi dan penularan, meski dapat mengurangi beratnya gejala yang ditimbulkan. Sehingga tidak menjamin tingginya cakupan imunisasi akan membuat kondisi aman untuk PTM 100 persen.
Learning Loss bukan semata akibat pandemi melainkan kegagalan sistemik pendidikan di Indonesia, kurikulum dan faktor pendukung lainnya. Selain itu, rapuhnya subsistem bernegara, sosial budaya, politik dan ekonomi. (Sumber Muslimah News.com)
Melihat fakta ini bagaimana peran negara seharusnya?
Negara adalah pengurus urusan kehidupam masyarakat. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw yang artinya:
Imam/khalifah adalah pengurus ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang di urusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Sementara, dalam negara yang menerapkan ideologi kapitalisme seperti saat ini bisa dilihat negara berlepas tangan, bahkan menyerahakan urusan umat kepada masyarakat sendiri. Keputusan PTM atau PJJ menjadi tanggungan keluarga (orang tua) yang membuat dilema antara masuk sekolah atau tidak. Jika tidak masuk sekolah anak tersebut akan ketinggalan pelajaran sementara jika masuk sekolah bahaya pun senantiasa mengintai.
Negara seharusnya menangani pandemi sesuai syariah Islam, Menanggalkan paradigma kapitalistik dan mewujudkan kepemimpinan Islam. Bukan malah memikirkan keuntungan untuk orang-orang tertentu semata. Sebab, problem learning loss bukan hanya soal PTM, namun kualitas pembelajaran, memaksakan PTM demi mengatasi learning loss tanpa memperhatikan keselamatan justru akan berbahaya. Negara juga harus serius memperhatikann keselamatan masyarakat khususnya tenaga pendidik dan siswa.
Jikapun kembali kepada PJJ, maka negaralah yang harus menyiapkan sistem pendidikan shahih (sesuai Islam) berupa kurikulum, sarana prasarana, bentuk asesmen, agar PJJ tetap efektif. Negara juga wajib menerapkan subsistem pendukung politik, ekonomi, sosial yang sesuai Islam. (Sumber Muslimah News.com)
Penanganan pandemi dalam sistem Islam
Tujuan pokok penanggulangan pandemi adalah terjaminnya kehidupan normal di luar area wabah dan pemutusan rantai penularan secara efektif.
Rasulullah saw bersabda “tidak boleh membahayakan dan tidak boleh membalas bahaya dengan bahaya.” (HR Ahmad)
Dalam hadits lain Rasulullah saw. Menegaskan, “jika kamu mendengar wabah di suatu wilaya, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Omicron mengganas merupakan buah pahit dari penanganan pandemi yang keliru secara global sejak awal. Berdampak pahit pada dunia pendidikan, PTM dalam ancaman bahaya kesehatan dan keselamatan. Sementara PJJ dalam ancaman learning loss akibat rusaknya sistem kapitalis.
Berlama-lama dalam pandemi hanya akan memundurkan pendidikan. Maka, dunia harus segera bersatu menangani pandemi dengan solusi shahih (kepemimpinan khilafah). Pandemi butuh penanganan sesuai syariah Islam sebagaimana yang pernah di contohkan generasi sebelumnya ketika wabah Thaun melanda dan kepemimpinan global (khilafah) agar pendidikan tetap maju dan bisa menghasilkan generasi yang super cemerlang. Wallahu a’lam.