MAJENE – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Majene menjatuhkan vonis tiga bulan penjara kepada Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aneka Usaha Majene, Moch. Luthfie Noegraha, S.Si alias Pingki, yang menjadi terdakwa dalam kasus penganiayaan.
Vonis tersebut dibacakan dalam sidang putusan yang digelar pada Selasa, 18 Maret 2025, dengan nomor perkara 10/Pid.B/2025/PN Mjn.
Keputusan hakim ini menuai reaksi keras dari pihak keluarga korban. Mereka menilai hukuman tiga bulan penjara terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera bagi terdakwa.
Ardi, salah satu anggota keluarga korban, mengungkapkan kekecewaannya atas putusan hakim. Ia menilai vonis tersebut kurang mempertimbangkan aspek keadilan dan dapat mencoreng citra pengadilan.
“Masa cuma tiga bulan? Itu artinya tidak akan memberikan efek jera bagi terdakwa. Bahkan, ini bisa menimbulkan citra buruk bagi Pengadilan Negeri Majene dalam menangani perkara yang melibatkan pejabat BUMD,” ujarnya dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, Ardi menegaskan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi lembaga peradilan untuk menunjukkan independensi dan ketegasan dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
“Kami berharap hukum bisa ditegakkan secara adil, tanpa ada intervensi dari pihak mana pun. Ini bukan hanya soal keluarga kami, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan,” tambahnya.
Dalam amar putusannya, hakim mempertimbangkan beberapa hal sebelum menjatuhkan vonis. Salah satu faktor yang meringankan adalah adanya itikad baik dari terdakwa untuk berdamai dengan korban serta keterangan saksi yang menyebut insiden penganiayaan terjadi dalam situasi yang tidak sepenuhnya disengaja.
Namun, di sisi lain, banyak pihak menilai bahwa sebagai seorang pejabat publik, terdakwa seharusnya memberikan contoh yang baik, bukan justru terlibat dalam tindak kekerasan.
Kasus ini turut menyeret nama Perumda Aneka Usaha Majene ke dalam sorotan publik. Dengan adanya vonis terhadap pimpinannya, kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan daerah tersebut bisa terdampak.
Masyarakat Majene berharap agar kasus ini menjadi bahan evaluasi, baik bagi pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum, dalam menangani kasus yang melibatkan pejabat publik.
Untuk saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak terdakwa maupun kuasa hukumnya terkait putusan ini, apakah mereka akan menerima atau mengajukan upaya hukum lanjutan.
Kasus ini masih menyisakan pertanyaan besar bagi publik, Apakah vonis tiga bulan penjara cukup untuk memberikan rasa keadilan, atau justru menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Majene.
Sebelumnya diberitakan, Perkara ini bermula dari laporan Muhammad Irfan Syarif yang merupakan korban dugaan penganiayaan, pada 2 Desember 2024.
Insiden itu terjadi di halaman kantor Perumda Aneka Usaha Kabupaten Majene, yang berlokasi di Lingkungan Lutang, Kelurahan Tande Timur, Kecamatan Banggae Timur.
Satreskrim Polres Majene bergerak cepat dengan melakukan penyelidikan. Berbagai barang bukti telah disita, di antaranya rekaman CCTV, hasil visum korban, surat rujukan medis, serta pakaian korban yang bersimbah darah.
Bahkan, helm yang digunakan pelaku saat kejadian juga sudah diamankan oleh pihak kepolisian.
Beberapa saksi telah memberikan keterangan yang memperkuat dugaan adanya tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam perkembangan terakhir, Sat Reskrim Polres Majene mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/53/XII/RES.1.6/2024/Reskrim pada 10 Desember 2024.
Surat ini menegaskan bahwa kasus ini telah resmi naik ke tahap penyidikan.
Peningkatan ini didasarkan pada ketentuan Pasal 109 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 351 Ayat (1) KUHP, yang menyatakan bahwa bukti awal yang cukup telah dikumpulkan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan.