Majene  

Seleksi JPT Pratama Majene Diduga Diwarnai Nepotisme, Ketua Pansel dan Peserta Bersaudara, hingga Lolosnya Eks Koruptor

MAJENE – Proses seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Majene Tahun 2025 kini berada di titik krisis kepercayaan.

Alih-alih mencerminkan asas meritokrasi, netralitas, dan integritas, seleksi yang diumumkan Panitia Seleksi (Pansel) melalui Pengumuman Nomor: 13/Pansel-JPTP/IX/2025 tanggal 25 September 2025 justru menuai tudingan sarat pelanggaran.

Dugaan pelanggaran yang mencuat mulai dari praktik nepotisme, intervensi politik, dugaan balas jasa Pilkada, pelolosan ASN dengan rekam jejak korupsi, hingga adanya indikasi sumber pendanaan seleksi yang tidak wajar.

Salah Seorang Warga, Samsuddin menyebut, temuan ini dianggap telah mencederai prinsip Sistem Merit sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, sebagaimana diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, PermenPAN RB Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pengisian JPT secara Terbuka dan Kompetitif.

“Salah satu dugaan paling mencolok adalah adanya praktik nepotisme. Peserta seleksi bernama Ariansyah Burhanuddin disebut merupakan saudara kandung dari Ketua Pansel Ardiansyah, sementara peserta Rusdi Hamid diketahui saudara kandung anggota Pansel Rusbi Hamid,” ucapnya, Jumat 3 Oktober 2025.

Praktik ini bertentangan dengan Pasal 9 huruf a UU ASN, yang menyatakan: “Setiap ASN wajib bebas dari pengaruh dan intervensi politik, bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menjunjung tinggi prinsip meritokrasi.”

Artinya, kehadiran hubungan kekerabatan dalam proses seleksi jelas mengikis objektivitas, bahkan menyalahi kode etik penyelenggara seleksi jabatan.

Baca Juga  246 Unit Kendaraan Dinas Pemkab Majene Tak Miliki BPKB

Sejak jauh hari, publik sudah mencium aroma intervensi politik. Bocoran soft file berjudul “ASN Terhukum: Kaling Lipu 2025 ASTRITA” beredar luas, berisi daftar nama ASN yang disebut akan menduduki jabatan tertentu.

Fakta ini memperlihatkan indikasi kuat adanya skenario politik balas jasa. Nama-nama yang diloloskan disebut berasal dari lingkaran tim sukses saat Pilkada.

Padahal, Pasal 3 ayat (2) UU ASN menegaskan: “Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan secara terbuka dan kompetitif dengan mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan kebutuhan organisasi, serta dilakukan secara objektif tanpa membedakan latar belakang politik.”

Selain itu, PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Kode Etik PNS juga mengamanatkan bahwa setiap ASN wajib menjaga netralitas dalam seluruh proses politik.

Lebih jauh, publik dikejutkan oleh lolosnya peserta seleksi berinisial N, yang disebut pernah divonis bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi.

Sesuai aturan, syarat mutlak bagi pejabat JPT adalah memiliki integritas, moralitas, dan rekam jejak yang baik. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 107 ayat (2) PP Nomor 11 Tahun 2017, yang menyebutkan: “Pejabat pimpinan tinggi harus memenuhi persyaratan integritas, moralitas, serta rekam jejak jabatan yang baik.”

Dengan demikian, meloloskan peserta yang pernah terjerat kasus korupsi merupakan kelalaian serius Pansel dan pelanggaran terhadap norma dasar manajemen ASN.

Baca Juga  Empat Pelaku Penurunan Bendera di Kantor Bupati Majene Terancam 5 Tahun Penjara

Persoalan semakin pelik ketika mencuat dugaan bahwa seleksi JPT di Majene tidak memiliki pos anggaran di dalam APBD Pokok Tahun Anggaran 2025.

Informasi yang beredar menyebutkan, Pansel justru menerima “pinjaman sementara” dari beberapa peserta seleksi yang kemudian diprioritaskan untuk lolos.

Hal ini melanggar ketentuan PermenPAN RB Nomor 15 Tahun 2019 Pasal 4 ayat (3) yang secara eksplisit menyatakan: “Seleksi terbuka JPT tidak dipungut biaya.”

Dengan menerima dana dari peserta, independensi Pansel secara otomatis hilang. Mereka berada dalam posisi berhutang budi, yang pada akhirnya merusak objektivitas penilaian.

Indikasi pelanggaran juga ditemukan dalam aspek kualifikasi pendidikan. Salah satu peserta yang lolos untuk posisi Kepala Dinas Kesehatan diketahui tidak memiliki latar belakang Sarjana Kesehatan.

Padahal, Pasal 19 ayat (1) Permenkes Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009 menegaskan: “Pejabat struktural kesehatan harus memiliki pendidikan formal minimal Sarjana Kesehatan atau yang sederajat sesuai bidang tugasnya.”
Jika hal ini diabaikan, maka kualitas pelayanan publik di sektor kesehatan akan sangat terancam.

Berdasarkan semua indikasi di atas, publik menilai seleksi JPT Majene masuk dalam kategori pelanggaran berat, dengan rincian:
Mengabaikan Sistem Merit, mengutamakan kepentingan politik dan kekerabatan dibanding kompetensi.

Penyalahgunaan Wewenang (Abuse of Power), Pansel menggunakan jabatan strategis untuk kepentingan pribadi.

Melanggar Kode Etik ASN, membuka ruang konflik kepentingan dan politisasi birokrasi.
Hal ini selaras dengan ancaman sanksi dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang menegaskan bahwa setiap ASN dapat dikenakan hukuman disiplin sedang hingga berat apabila terbukti menyalahgunakan kewenangan.

Baca Juga  Warga Binaan Rutan Majene Meninggal Dunia

Dengan menguatnya dugaan pelanggaran ini, publik mendesak Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian PAN-RB segera turun tangan melakukan investigasi.

Beberapa langkah yang diharapkan, antara lain melakukan investigasi dan audit menyeluruh terhadap seluruh tahapan seleksi, mulai dari administrasi, rekam jejak, hingga mekanisme pembiayaan.

Menerbitkan rekomendasi yang bersifat mengikat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Kabupaten Majene untuk membatalkan hasil seleksi jika terbukti melanggar sistem merit.

Menjatuhkan sanksi administratif terhadap Panitia Seleksi yang terbukti melakukan pelanggaran, sesuai ketentuan Pasal 250 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang penjatuhan sanksi kepada pejabat pembina kepegawaian yang menyalahgunakan wewenang.

Seleksi JPT sejatinya merupakan pintu menuju reformasi birokrasi yang lebih bersih, kompetitif, dan profesional. Namun, kasus di Majene menunjukkan betapa rentannya proses ini dipolitisasi demi kepentingan segelintir pihak.

Apabila dugaan pelanggaran ini benar, maka bukan hanya marwah birokrasi Majene yang tercoreng, tetapi juga merusak citra reformasi birokrasi nasional.

Masyarakat kini menunggu langkah tegas BKN dan Kemenpan RB, agar prinsip transparansi, akuntabilitas, meritokrasi, dan netralitas ASN benar-benar ditegakkan, bukan hanya sekadar jargon di atas kertas.

Penulis: Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Tim Redaksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui WhatsApp : 081952216997

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *