MAJENE – Jaringan Pemerhati Kebijakan Pemerintah Daerah (JAPKEPDA) meminta tim penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse dan Kriminal Polres Majene, mengusut dugaan kegiatan fiktif pengairan di Desa Panggalo, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene.
Hal ini ditegaskan oleh Ketua JAPKEPDA Juniardi. Menurutnya, dalam kasus itu, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 60 juta.
Dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan Dana Desa Panggalo itu berlangsung pada tahun anggaran 2021.
Bahkan, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Majene diduga turut terlibat dalam kasus yang merugikan negara itu.
“Informasi yang kami dapat dari sejumlah pihak menyebut dana desa dicairkan tapi tidak pernah ada fisik kegiatan yang terlihat,” sebut Jun sapaan akrab Juniardi, Senin (12/09/2022).
Juniardi menyayangkan lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Majene terhadap pelaksanaan seluruh program di desa.
“Kasus itu seharusnya tidak terjadi jika proses pengawasan terhadap penggunaan dana desa diaudit dengan baik,” ucapnya.
Ia menyebut pada tahun 2021 salah seorang anggota DPRD Majene mendatangi Kepala Desa Panggalo dan menyampaikan adanya program pembangunan bak air yang dianggarkan melalui dana aspirasi.
Hanya saja, anggaran kegiatan tersebut cuma mengakomodir pembuatan bak air. Sementara, Kepala Desa Diminta mengalokasikan melalui Dana Desa untuk membiayai penyambungan pipa air menuju rumah warga.
Kepala Desa Panggalo kemudian menyanggupinya dan mengalokasikan Rp 60 juta melalui dana desa. Hanya saja, hingga tahun ini tidak ada satu pun pipa air yang dipasang ke rumah warga.
“Uangnya sudah dicairkan, tapi hingga saat ini tidak satu pun barang yang dimaksud terpasang terpasang dan bermanfaat untuk warga,” sebutnya.
Juniardi mengingatkan jika perbuatan Kades Panggalo dan Anggota DPRD Majene diduga bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12E Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Bahwa perbuatan keduanya juga diduga melanggar Pasal 423 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bahwa Pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa seorang dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya, supaya memberikan sesuatu, melakukan sesuatu pembayaran, memotong sebagian dalam melakukan pembayaran, atau megerjakan sesuatu apa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.