MAJENE – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Pemerhati Kebijakan menggelar aksi demonstrasi di Kabupaten Majene, Jumat (26/9/2025). Aksi ini digelar sebagai bentuk kritik keras terhadap sikap Bupati Majene yang dinilai melakukan pembangkangan terhadap Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 100.3/4179/SJ tentang Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa.
Fauzan, selaku Jenderal Lapangan Aksi, menegaskan bahwa apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene merupakan praktik maladministrasi yang nyata. “Pemda Majene justru memperjelas bentuk pembangkangan di hadapan massa. Padahal aturan sudah sangat jelas, tapi justru diputarbalikkan dengan alasan administrasi yang tidak memiliki dasar hukum,” tegas Fauzan yang juga menjabat sebagai Wasekjen PTKP HMI Badko Sulbar.
Persoalan ini bermula sejak awal 2024. Pada 14 Januari 2024, Mendagri mengeluarkan moratorium Pilkades serentak melalui Surat Nomor 100.3.5.5/244/SJ terkait masa pemilu dan Pilkada. Surat tersebut menunda pelaksanaan pemilihan kepala desa hingga seluruh tahapan pemilu selesai.
Kemudian, DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pada Pasal 118E diatur bahwa Kepala Desa yang masa jabatannya berakhir hingga Februari 2024 mendapatkan perpanjangan masa jabatan selama 2 tahun.
Namun, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 92/PUU-XXII/2024 menolak uji materi pasal tersebut, sehingga ketentuan perpanjangan masa jabatan kepala desa tetap berlaku. Artinya, seluruh kepala desa yang belum menggelar Pilkades serentak berhak atas perpanjangan jabatan sesuai regulasi.
“Di Majene, Pemkab justru mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai. Mereka berdalih menggunakan surat bebas temuan sebagai dasar tidak memperpanjang jabatan, padahal tidak ada satu pun regulasi yang menyebut itu,” jelas Fauzan.
Surat Edaran Mendagri Nomor 100.3/4179/SJ mewajibkan hasil pengukuhan perpanjangan masa jabatan kepala desa sudah harus dilaporkan ke Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Bina Pemerintahan Desa paling lambat minggu keempat Agustus 2025.
Namun Bupati Majene justru menerbitkan Surat Nomor B.100.3/1646/VIII/2025 yang berisi penolakan terhadap perpanjangan tersebut. Langkah ini dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap pemerintah pusat.
Secara hukum, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai maladministrasi berupa penundaan tidak patut, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Lebih jauh, kepala desa yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berdasarkan Pasal 53 UU PTUN.
Dalam audiensi dengan mahasiswa, Sekretaris Daerah (Sekda) Majene menyatakan bahwa Pemkab akan melakukan pengukuhan secara bertahap mulai September 2025. Namun, pernyataan ini justru menambah kecurigaan publik.
“Kalau memang ada kepastian hukum, kenapa harus menunda? Itu artinya Pemda semakin memperjelas pembangkangan terhadap Mendagri,” kritik Fauzan.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Melaporkan Bupati Majene ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi.
2. Melakukan aksi lanjutan (jilid II) secara besar-besaran untuk menuntut pengunduran diri Bupati Majene.
3. Mendampingi Kepala Desa terdampak untuk mengajukan gugatan hukum ke PTUN.
“Kami siap turun kembali dengan massa yang lebih besar. Jika Bupati tetap membangkang, maka ini bukti bahwa kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat,” tegas Fauzan.
Jika Kabupaten Majene terbukti melakukan pelanggaran administratif, daerah ini berpotensi terkena sanksi administratif berupa penundaan atau pemotongan transfer keuangan daerah. Hal ini sesuai dengan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Bagi masyarakat, konsekuensi tersebut tentu sangat merugikan. Dana pembangunan yang seharusnya mengalir ke desa bisa tertahan akibat sikap tidak patuh kepala daerah terhadap regulasi.
“Bupati harus sadar, dampaknya bukan hanya untuk kepala desa, tapi seluruh masyarakat Majene. Jangan sampai daerah ini dirugikan hanya karena kebijakan yang keliru,” pungkas Fauzan di hadapan massa aksi.