Oleh Widiawati, S.Pd
Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Muslimah
Sudah menjadi rahasia umum, setiap perayaan hari beras harga bahan pokok melambung tinggi. Seakan-akan hal ini menjadi tradisi yang lazim, dan masyarakat diharapkan bisa memaklumi hal tersebut, meski kantong mereka menjerit.
Dikutip dari media Liputan6.com, Jakarta. Harga minyak goreng, cabai hingga telur terus mengalami peningkatan menjelang akhir tahun. Ketiga komoditas bahan pokok ini diperkirakan terus merangkak naik hingga Januari 2022 mendatang. Namun masyarakat diminta untuk tidak terlalu khawatir karena harga-harga pangan tersebut akan kembali turun pada kuartal 1 2022.
Peneliti Core Indonesia, Dwi Andreas mengatakan saat ini harga-harga komoditas tersebut telah melalui batas harga psikologis. Harga cabai di tingkat konsumen telah tembus Rp 100.000 per kilogram. Harga Minyak goreng curah sudah lebih dari Rp 18.000 per kilogram, dan harga telur yang mencapai Rp 30.000 per kilogram. Jakarta, Rabu (29/12/2022)
Andreas menjelaskan kenaikan harga cabai ini dipicu fenomena alam lanina yang membuat para petani banyak gagal panen. Sementara permintaan di akhir tahun selalu tinggi, sehingga hukum ekonomi berlaku.
Selain itu pemerintah menyatakan akan terus berupaya menurunkan harga bahan pangan (sembako) yang mengalami kenaikan jelang akhir tahun ini. Upaya tersebut antara lain dilakukan oleh koordinator kementerian bidang perekonomian melalui langkah-langkah komprehensif dan holistik, baik kebijakan Maupun langkah taktis di lapangan berupa operasi pasar. (Kompas.com, 30/12/2021)
Adapun Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan saat ini tidak ada kaitannya dengan keterbatasan stok. Pasalnya, ketersediaan bahan pangan pokok, seperti bawang merah, cabai dan telur, menurutnya dalam kondisi aman. (Media Indonesia.com. Minggu, 2/1/2022)
Kenaikan harga bahan pokok bukanlah pertama kali. Hal ini sering terjadi ketika hari perayaan besar tiba. Namun sayangnya meski kerap terjadi, sampai saat ini belum ada antisipasi oleh pemerintah. Berbagai macam dalih yang digunakan, seperti cuaca buruk, atau kurang nya persediaan dalam negeri sehingga menyebabkan harga bahan pokok melonjak.
Nyatanya meski terkadang stok melimpah tetap saja harga bahan pokok tinggi, dan anehnya harga akan semakin melambung tinggi saat momen tertentu, seperti hari besar. Dimana pada momen tersebut meningkatnya belanja kebutuhan masyarakat dibandingkan hari biasa. Dalam kondisi ini wajar jika masyarakat mempertanyakan kesungguhan pemerintah dalam menangani persediaan pangan dalam negeri serta mengharap pemerintah mampu menstabilkan harga yang tidak memberatkan rakyat.
Meski operasi pasar yang di klaim pemerintah sebagai antisipasi atau langkah-langkah yang diambil untuk menekan harga kebutuhan pangan (sembako) agar tidak mengalami kenaikan, nyatanya langkah tersebut tidak berpengaruh terhadap turunnya harga di pasaran, justru semakin membuktikan bahwa solusi tersebut kurang tepat untuk mengatasi permasalahan pangan.
Jika ini terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan daya beli masyarakat akan menurun dikarenakan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin memprihatinkan, banyaknya problem yang dihadapi semakin menambah beban, apalagi kondisi perekonomian yang belum stabil akibat terpaan pandemi covid-19. Bahkan tidak sedikit dari mereka mati kelaparan akibat tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok, sebab kenaikan harga di pasaran tidak dibarengi dengan naiknya penghasilan mereka ketika bekerja. Dan parahnya, akibat himpitan ekonomi, tren bunuh diri meningkat.
Inilah buah penerapan sistem kapitalis yang tidak mampu mengatasi problematika dan tidak mampu menyejahterakan rakyat. Seolah-olah kesejahteraan rakyat tidaklah menjadi prioritas utama bagi negara.
Dalam Islam penguasa tidak berhak mematok harga kebutuhan pokok, apalagi dengan harga tinggi dengan dalih keterbatasan stok, begitu juga dengan pedagang. Untuk menangani kecurangan yang kemungkinan terjadi di pasar, maka Khalifah menugaskan Qadhi hisbah yang mana tugasnya adalah menangani kecurangan- kecurangan terjadi seperti pedagang yang memainkan harga, menimbun barang dengan tujuan ketika stok langka, maka harga akan naik.
Daulah, akan memastikan ketersediaan bahan pokok dalam negeri terpenuhi. Selain itu memaksimalkan peran para petani lokal. Sehingga tidak ada alasan petani mengalami kerugian karena jatuhnya hasil panen, atau tidak mampu bersaing dengan barang impor, sebab Khalifah akan memaksimalkan potensi yang ada di dalam negeri. Meski harus impor, namun ini hanya kondisi tertentu saja atau mendesak. Bukan malah jadi tren akibat perdagangan bebas serta buah dari kerja sama negara dengan negara-negara asing seperti yang terjadi saat ini. Impor masif, bahkan kualitas dianggap baik ketimbang produksi dalam negeri.
Dalam kondisi yang sangat terdesak, maka negara mengambil inisiatif terkait pengiriman barang dan penyediaan bahan pokok sehingga harga lebih murah. Hal ini pernah di lakukan Umar Bin Khattab ketika menjabat sebagai Khalifah, ia mengambil inisiatif untuk melakukan intervensi pasar dengan cara mensupply gandum dari Mesir ketika terjadi kelaparan di Mesir.
Ini bukti bahwa solusi yang layak untuk diambil adalah kembali kepada aturan Islam Kaffah, sebab hanya dengan Islam kaffah yang mampu menuntaskan problematika yang ada di tengah masyarakat, salah satunya adalah mengatasi kestabilan harga bahan pokok secara murah dan merata.
Wallahu a’alam bi ash-shawwab